PORTO POLIO, MAKALAH PUISI MATA LUKA SENGKON KARTA

 

MAKALAH PUISI MATA LUKA SENGKON KARTA


KATA PENGANTAR

ruspandi207.blogspot.com

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT  Tuhan Semesta Alam karena atas izin dan kehendakNya jualah, makalah sederhana ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas bahasa indonesia, membuat makalah puisi. Adapun yang kami bahas dalam makalah sederhana ini mengenai Puisi MATA LUKA SENGKON KARTA.Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini.

Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan baik di dalam hal penulisan maupun isi. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik yang  membangun agar kami lebih maju di masa yang akan datang.

Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.


BAB I "PENDAHULUAN"

1.       Latar Belakang

Mata Luka Sengkon Karta.
Serupa maskumamba.
Ubuh mengantarkan bujangan hidup.
Kecapi dalam suara sunyi menyendiri.

Ubuh dan kecapi membalut nyeri.
Menyatu dalam suara genting.
Terluka, melukai, luka-luka mengaga akibat ulah manusia.
Terengah-engah dalam tabung dan selang.

Aku seorang petani bojongsari menghidupi mimpi.
Dari padi yang ditanam sendiri.
Kesederhanaan panutan hidup.
Dapat untung dilipat dan ditabung.

1974 tanah air yang kucinta berumur 29 tahun.
Waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara.
Lambang garuda dasarnya. pancasila undang-undang 45.
Merajut banyak peristiwa.

Peralihan kepemimpinan yang mendesak.
Bung karno diganti pak harto.
Dengan dalih keamanan negara.
Pembantai 6 jendral 1 perwira 6 jam dalam 1 malam.

Mati dilubang tak berguna.
Tak ada dalam perang mahabarata.
Bahkan disejarah dunia. Hanya disejarah indonesia.
Pemusnahan golongan kiri.

PKI wajib mati.
Pemimpin otoriter repelita.
Rencana pembangunan 5 tahun bisa jadi.
Rencana pembantaian 5 tahun.

Ditahun-tahun berikutnya.
Kudapati penembak misterius.
Tak ada salah apalagi benar.
Tak ada hukum negara.

Pembantaian dimana-mana diburu sampai gotdor.
Dimulut dor dikepala diikat tali dikafani karung.
Penguasa punya tahta yang tidak ada.
Bisa diada ada.

Akulah sengkon yang sakit berusaha mengenang setiap luka.
Di dada di punggung di batu yang berlapis tuberpulosis.
Malam jumat 21 november 1974.
Setiap malam jumat yasin dilantunkan.

Dengan hikmat bintang bintang berdzikir dikedipannya.
Suara suara binatang melengkingkan pujian untuk tuhan.
Istriku masih menggunakan mukena menggambilkan minum.
Dari dapur dikejauhan terdengar.
Warga desa gaduh.

 “Yaa!!! Adili saja si keluarga rampok itu usir saja dari kampung sini
Bakar saja rumahnya betull”

Dilubang pilih ada banyak obor dan petromak menyala.
Teriakan tegas “sodara sengkon sodara sudah dikepung abri.
Kalau mau selamat menyerahlah sodara tidak bisa kabur!”.
Istriku kaget “Ko kamu kang”.

Kebingungan “demi Allah saya tidak berbuat jahat” masih dengan suara yang sama.

“Kalau sodara tidak mau keluar dalam hitungan 3 kami akan mengeluarkan tembakan peringatan.

Satu.. dua... tiga..” secepatnya aku bisa dipintu ratusan warga
Mulai melontarkan sumpah serapah 

“anj***.. 
bab*.. 
bag****.. 
ta*.. 
sampah”

Segalanya ada dimulut warga katakata tak mewakili perikemanusiaan.
Warga desa bengis seperti serigala.
Tak ada rasa kasihan dari batu sampai bambu dari golok sampai balok diacung-acungkan.

Kearah ku serentak berkata “Allahuakbar!!”.
Batu bambu dan balok berterbangan kearahku.
“Sodara sodara sekalian tolong hentikan biar dipengadilan.
Yang memutuskan hukuman” aku masih diselimuti kebingungan.

Disambut raja selurupan dan kepalaku ditodong senjata laras. panjang mendekati. Puluhan abri dan polisi. “Ya!! Gantung saja dasar orang yang tak tau diri....

 sampah masyarakat”
“ehhh Anj***.. gob**”
“Dulu aing pait garagara sia anj**”
Dung dakkk
Aku dikerumuni pukulan warga abri dan polisi

Ikut-iktan menendang.
Dorr.. suara tembakan dilangit terdengar sayup.
Aku terkapar ditanah, seorang abri menggusur ku.
Darah dan becek tanah bercampur di rubuh.
Aku dilemparkan ke atas bak mobil.

Kondisi antara sadar dan tidak
Salam kejadian sesosok tubuh dilemparkan lagi keatas bak mobil
Ku perhatikan wajah yang penuh luka itu “karta”
Kami ditangkap atas tuduhan perampokan juga pembunuhan
Sengkon dan Karta

2.  Perumusan Masalah
  1. Pembantaian 6 Jendral 1 Perwira 6 jam dalam 1 malam
  2. peralihan kepemimpinan yang mendesak
  3. Datangnya PKI ke Indonesia
  4. Kurangnya informasi  (warga)

3. Tujuan
Untuk memberitahu pada generasi sekarang, perjuangan kemerdekaan pada peristiwa G30S (gerakan 30 september "pki)

BAB II "PEMBAHASAN"

1. Pengertian puisi Mata Luka Sengkon Karta

Sengkon dan Karta adalah dua orang petani yang berdomisili di Desa Bojongsari, Bekasi. Mereka memiliki hidup layaknya petani, sederhana, biasa saja, menambah benih, kemarau, hujan, sampai sawah menguning, merasa untung walau sedikit-sedikit, tapi kadang banyak pula letih, didalam puisi ini penulis juga menceritakan kekejaman Pki kepada 6 jendral dan 1 perwira

2. Makna puisi mata luka sengkon karta

kita Tidak boleh menuduh seseorang tanpa sebuah bukti yang kuat dan tidak boleh menghakimi 

3. Hakikat puisi mata luka sengkon karta

Tema : Pembantai 6 jendral 1 perwira 6 jam dalam 1 malam
Perasaan / felling : sedih dan marah

BAB III "PENUTUP"
KESIMPULAN

1. Kita tidak boleh menuduh seseorang tanpa sebuah bukti yang kuat dan tidak boleh menghakimi
2. Pastikan informasi yang di dapat atau yang akan di sebar itu terbukti kebenaranya, jangan karena berita hoax, NKRI terpecah belah

Terima kasih  telah mengunjungi
ruspandi207.blogspot.com

Komentar